Dalam ketentuan perpajakan Indonesia, Warga Negara Asing (WNA) dapat memiliki dua treatment yang berbeda. WNA tidak selalu menjadi SPLN, tetapi WNA juga dapat dikategorikan sebagai SPDN. Apabila WNA tersebut sudah memenuhi salah satu kriteria SPDN, maka penghasilan sebagai basis perhitungan PPh akan dihitung secara digunggung. Dengan kata lain, keseluruhan atas penghasilan dari dalam maupun luar negeri akan digabung, atau dikenal sebagai konsep worldwide income—sama seperti perhitungan bagi SPDN pada umumnya.
Saat ini, ketentuan dalam UU HPP memberikan pengecualian bagi WNA dengan kriteria tertentu, yang mana pajak penghasilannya tidak digunggung atau dihitung secara worldwide income. Sebenarnya, ketentuan ini telah lama muncul dalam UU Cipta Kerja yang diturunkan melalui PMK-18/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pengecualian sebagaimana yang disebutkan sebelumnya diatur dalam Pasal 4 ayat (1a) hingga (1c) UU HPP, yaitu bahwa bagi WNA pajak penghasilannya hanya akan dihitung dari penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia saja. Adapun penghasilan yang dibayarkan di luar negeri, tetapi pekerjaan tersebut dilakukan di Indonesia, atas penghaslan tersebut juga termasuk cakupan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia.
Namun, fasilitas ini tidak serta merta diberikan kepada seluruh WNA, di mana WNA tersebut sudah merupakan SPDN yang harus memenuhi syarat kumulatif: 1) memiliki keahlian tertentu dan 2) tidak memilih untuk menggunakan ketentuan P3B antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B tempat WNA memperoleh penghasilan dari luar Indonesia.
Yang Dimaksud Sebagai Keahlian Tertentu
WNA yang dapat memanfaatkan fasilitas ini meliputi tenaga kerja asing yang menduduki pos jabatan tertentu dan peneliti asing. Untuk pos jabatan tertentu, telah dicantumkan dalam Lampiran II PMK-18/2021. Artinya, pekerjaan WNA yang bisa memanfaatkan fasilitas tersebut hanya berlaku bagi ke-25 jenis golongan sebagaimana yang disebutkan di dalam lampiran.
Selain karena termasuk ke dalam jenis golongan pos jabatan yang tertera pada lampiran, WNA yang dimaksud diharuskan untuk melampirkan dokumen baik berupa sertifikat keahlian yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia atau pemerintah negara asal tenaga kerja asing; ijazah pendidikan; dan/atau bukti memiliki pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 tahun di bidang ilmu sesuai dengan keahliannya. WNA yang ingin memanfaatkan fasilitas ini juga diwajibkan untuk melakukan alih pengetahuan atau transfer knowledge.
Poin Penting Lainnya
Pemberian fasilitas kepada WNA dengan keahlian tertentu hanya berlaku selama 4 tahun dihitung sejak WNA pertama kali menjadi SPDN. Ketika dalam jangka waktu 4 tahun WNA meninggalkan Indonesia, batas akhir jangka waktu tersebut tetap dihitung sejak WNA pertama kali menjadi SPDN.
Apabila WNA tersebut memilih untuk mengenakan ketentuan ini ketimbang penggunaan P3B, WNA harus mengajukan permohonan dengan format yang tercantum pada Lampiran V PMK ini kepada DJP melalui KPP terdaftar. Oleh karena mekanisme permohonan, terdapat potensi penolakan jika hasil penelitian DJP menyatakan ada persyaratan yang tidak terpenuhi.
Sebagai kesimpulan, WNA dengan keahlian tertentu yang telah menjadi SPDN diperbolehkan untuk menghitung penghasilan yang hanya bersumber dari Indonesia saja. Dengan demikian, seluruh penghasilan yang berasal dari luar negeri beserta pajak yang telah dipotong di luar negeri dapat untuk tidak diakui selama 4 tahun.
Spirit pemerintah di balik kebijakan ini adalah mendorong percepatan alih pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Dengan demikian, bagi para transferor, pemerintah memberikan fasilitas pembebasan pajak atas penghasilan dari luar negeri.
Mencermati ketentuan PMK-18/2021, terdapat dua poin yang menjadi pertanyaan dan belum dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. Pertama, terkait maksud dari “alih pengetahuan”. PMK ini tidak menjelaskan lebih lanjut seperti apa transfer knowledge yang dimaksud. Jika profesi seperti seorang dosen/pengajar, alih pengetahuan dapat terlihat melalui proses pembelajaran yang diberikan kepada siswa atau murid. Namun, bagi para ahli di bidang tertentu, tidak dijelaskan lebih lanjut bagaimana bentuk dari alih pengetahuan yang dipersyaratkan. Kedua, terkait jangka waktu penerbitan surat putusan oleh DJP.
Di lapangan, pemberian surat keputusan sangat dimungkinkan melebihi jangka waktu yang telah ditetapkan. Jika melebihi waktu 10 hari sebagaimana yang disebutkan dalam PMK-18/2021, masih belum ada kejelasan apakah WNA yang dimaksud artinya otomatis disetujui untuk memanfaatkan fasilitas ini atau tidak.
Comments