Dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi perusahaan, tidak jarang perusahaan memutuskan untuk melakukan impor mesin dari negara lain. Atas impor mesin dan peralatan pabrik tersebut, pemerintah menjadikannya sebagai salah satu Barang Kena Pajak (BKP) yang bersifat strategis. Atas hal ini, sesuai dengan ketentuan pada PP 81/2015 sebagaimana telah diubah dua kali terakhir pada PP 49/2022, atas perolehan impor mesin diberikan fasilitas pembebasan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
“Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, termasuk yang atas impornya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang;”
Sebagaimana diatur pada Pasal 6 ayat (1) huruf a PP 49/2022 di atas, terdapat syarat kumulatif yang wajib dipenuhi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar dapat memanfaatkan fasilitas tersebut.
Syarat pertama adalah mesin dan peralatan pabrik merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas. Atas hal ini, mesin dan peralatan pabrik yang diimpor dapat dalam kondisi terpasang atau terlepas. Namun demikian, masih dalam kalimat yang sama dalam ketentuan tersebut, mesin yang diimpor haruslah mesin yang secara langsung digunakan dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh PKP.
Jika syarat kumulatif tersebut telah dipenuhi oleh PKP, terdapat syarat formal yang perlu dipenuhi oleh PKP guna memanfaatkan fasilitas tersebut. Syarat tersebut adalah Wajib Pajak harus mendapatkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai (SKB PPN) sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) PP 49/2022.
Akan tetapi, jika ditinjau lebih dalam mengenai syarat formal tersebut, pada PP 49/2022 belum diatur lebih lanjut. Namun demikian, PKP dapat merujuk pada Pasal 10 PMK 115/2021 yang mana diatur bahwa Wajib Pajak terlebih dahulu untuk memiliki masterlist yang didapatkan melalui permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk atas impor Mesin dan Peralatan pabrik yang disampaikan PKP atau Pemilik Proyek secara elektronik melalui sistem informasi yang disediakan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal. Setelah mendapatkan Masterlist, PKP dapat mengajukan permohonan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW.
Meski begitu, berdasarkan Pasal 10 ayat (5) PMK 115/2021, atas permohonan SKB PPN tersebut hanya akan ditindaklanjuti jika PKP telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) tahun pajak terakhir dan surat pemberitahuan masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, tidak mempunyai utang pajak di kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan maupun cabangnya dikukuhkan dan telah menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan.
Comments