Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Menurut Pasal 2 ayat (5) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.d UU No. 7 Tahun 2021, BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Batasan waktu 183 hari dalam setahun hanya berlaku jika tidak ada tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan negara asal perusahaan tersebut. Jika terdapat tax treaty, maka batasan waktu sebagai BUT akan mengikuti perjanjian yang disepakati antara kedua negara.
BUT masuk dalam kategori subjek pajak luar negeri dan merupakan wajib pajak (WP) badan yang memiliki kewajiban perpajakan sebagaimana subjek pajak lainnya yang juga dipungut pajak penghasilan, seperti orang pribadi, perseroan terbatas (PT), yayasan, serta badan usaha milik negara (BUMN) dan BUMD. Dengan demikian, jika telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, BUT wajib mendaftarkan diri dan/atau dikukuhkan sebagai Wajib Pajak untuk mendapatkan NPWP.
Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) KEP 161/PJ/2001 angka 5, BUT yang telah kehilangan statusnya karena telah menghentikan kegiatan usahanya, maka BUT dapat mengajukan penghapusan NPWP atau deregistrasi dengan dibuktikan melalui dokumen resmi yang menunjukkan badan tersebut tidak lagi memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak.
Untuk dapat melakukan penghapusan NPWP, Wajib Pajak Badan harus memenuhi beberapa ketentuan. Ketentuan tersebut meliputi:
1. Tidak memiliki utang pajak;
2. Tidak sedang mengalami beragam tindakan berupa:
a. Pemeriksaan yang bertujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
b. Pemeriksaan bukti permulaan
c. Penyidikan maupun penuntutan yang terjadi di bidang perpajakan
3. Tidak tengah menjalani proses penyelesaian bersama (mutual agreement).
4. NPWP cabang telah dihapus seluruhnya.
5. Tidak tengah menjalani proses penyelesaian upaya hukum dalam bidang perpajakan yang meliputi keberatan; pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; pengurangan maupun pembatalan SKP dan STP; pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, maupun penelitian PBB; gugatan; banding; maupun peninjauan kembali.
Lalu, apa implikasi yang akan dihadapi oleh BUT jika mengajukan proses penghapusan NPWP? Sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cata Pemeriksaan Pajak, ditentukan bahwa pemeriksaan pajak untuk tujuan lain selain menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam rangka penghapusan NPWP.
Lebih lanjut pasca pemeriksaan, BUT memiliki potensi untuk mendapatkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) jika BUT masih memiliki tagihan pajak terutang. Selain itu, DJP juga dapat melakukan proses penagihan seketika dan sekaligus atas penerbitan SKP tersebut.
Commentaires