UU Cipta Kerja telah merevisi banyak ketentuan yang salah satunya adalah ketentuan perpajakan. Sejalan dengan adanya pembaharuan pada UU HPP klaster Pajak Penghasilan, Pasal 7 menyebutkan bahwa bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha, atas peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam 1 Tahun Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan.
Di sisi lain, UU Cipta Kerja menyebutkan adanya bentuk usaha baru, yakni Perseroan Perorangan atau biasa disebut PT Perorangan. Oleh karena PT Perorangan dapat dimiliki satu orang, kemudian timbul pertanyaan, apakah Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki PT Perorangan diperbolehkan menggunakan fasilitas peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam 1 Tahun Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan?
Aturan mengenai permasalahan tersebut telah ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-20/PJ/2022 tentang Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengenaan Pajak Penghasilan bagi Perseroan Perorangan. Di dalam Surat Edaran tersebut kembali ditegaskan bahwa Wajib Pajak Perseroan Perorangan merupakan Subjek Pajak Badan.
Sama halnya dengan definisi yang disebutkan dalam UU Cipta Kerja, pengertian Perseroan Perorangan merupakan perluasan definisi pada Perseroan Terbatas. Perseroan Perorangan merupakan badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai UMK.
Hal ini jelas bersifat kontras dengan bunyi Pasal 7 UU HPP yang menyebutkan bahwa fasilitas tidak dikenakan PPh atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam 1 Tahun Pajak diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi. Dengan demikian, meskipun sama-sama dimiliki oleh Orang Pribadi, perlakuan pajaknya akan berbeda mengikuti bentuk usaha yang didirikan.
Ketika Wajib Pajak Orang Pribadi melakukan kegiatan usaha dengan peredaran bruto <Rp4,8 miliar dalam 1 Tahun Pajak dan tidak memilih untuk menggunakan tarif PPh Pasal 17, maka Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut boleh melakukan pengurangan peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta sebelum menghitung pajak terutang PPh Final UMKM. Namun, jika ia mendirikan bentuk usaha berupa PT Perorangan, maka perlakuan perpajakannya akan dipersamakan dengan perhitungan Wajib Pajak Badan.
Lantas, bagaimana perhitungan pajak bagi PT Perorangan? Opsi pertama, jika PT Perorangan masih memiliki peredaran usaha (bruto) <Rp4,8M, maka Wajib Pajak dapat menggunakan skema PPh Final UMKM sebesar 0,5% dengan jangka waktu penggunaan selama 4 tahun.
Opsi kedua, PT Perorangan dapat menggunakan skema umum PPh Pasal 17, di mana Pajak Penghasilan akan dihitung dari penghasilan neto dikurangi kompensasi kerugian serta dapat menggunakan fasilitas pengurangan seperti fasilitas Pasal 31E. Terkait opsi pertama, jika PT Perorangan sudah memiliki peredaran bruto >Rp4,8M dalam jangka waktu 4 tahun, maka PT Perorangan diharuskan untuk kembali pada opsi kedua, yakni pada skema umum perhitungan PPh dengan menggunakan Pasal 17 dengan memperhatikan Pasal 31E juga.
Comments