top of page
Gambar penulisMaritha Muthiah Makmun

Perlakuan Pajak Penghasilan Final Terbaru setelah Dicabutnya Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018


Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 (PP 55/2022) menjadi suatu pembahasan yang hangat pasca diterbitkannya UU HPP, tidak terkecuali pada kalangan Wajib Pajak (WP) yang memiliki usaha dengan peredaran bruto tertentu. Pasalnya, kehadiran PP 55/2022 menjadikan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 (PP 23/2018) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Melalui Pasal 72 huruf c PP 55/2022, disebutkan bahwa “Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.” Perubahan ini dapat dikatakan penting untuk diketahui, mengingat cukup banyak WP yang menggunakan PP 23/2018 karena keringanan yang mampu diberikannya.


Sebelumnya, perlu diketahui bahwa PP 23/2018 sendiri mengatur mengenai pemberian kemudahan Pajak Penghasilan (PPh) bagi WP dalam negeri yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan dari usahanya dengan peredaran bruto tertentu. Peredaran bruto tertentu yang dimaksud dalam hal ini adalah tidak lebih dari Rp4.800.000.000 dalam 1 (satu) tahun pajak. WP dengan peredaran bruto tersebut dan memenuhi kriteria lain yang diatur dalam PP 23/2018, kepadanya akan diberikan kemudahan berupa tarif PPh yang lebih rendah, yaitu 0,5% dan bersifat final. Dalam praktiknya, pengaturan dalam PP 23/2018 ini sering kali disebut sebagai pengenaan PPh Final UMKM.


Selain itu, semenjak diterbitkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terdapat penambahan klausul baru pada Pasal 7. Penambahan klausul tersebut mengatur bahwa terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu, tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak. Pengaturan baru ini sejatinya merujuk pada Wajib Pajak orang pribadi yang memanfaatkan PPh Final sebagaimana diatur dalam PP 23/2018. Melalui UU HPP, Wajib Pajak orang pribadi dengan peredaran bruto kurang dari sama dengan Rp500.000.000 akan dibebaskan dari pengenaan PPh Final.


Tidak terbatas pada pengaturan mengenai tarif dan kriteria WP saja, PP 23/2018 juga turut mengatur mengenai jangka waktu pemanfaatan kemudahan PPh Final UMKM tersebut. Dengan kata lain, terdapat pembatasan waktu bagi WP yang ingin memanfaatkan kemudahan ini. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PP 23/2018, jangka waktu pengenaan PPh Final ini terdiri dari (1) 7 (tujuh) tahun pajak bagi WP orang pribadi; (2) 4 (empat) tahun pajak bagi WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan (3) 3 (tiga) tahun pajak bagi WP badan berbentuk perseroan terbatas. Tentunya jangka waktu tersebut menjadi sebuah peluang bagi WP agar bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk memaksimalkan usahanya dengan beban pajak yang minim.


Kembali pada pembahasan awal, diterbitkannya PP 55/2022 justru menimbulkan sejumlah pertanyaan terkait keberlangsungan fasilitas yang diberikan PP 23/2018. Pencabutan PP 23/2018 juga berpotensi pada kebingungan WP, apakah keringanan PPh Final 0,5% beserta jangka waktunya masih dapat dimanfaatkan atau tidak. Sejatinya, jawaban dari kebingungan tersebut sangatlah sederhana. WP tidak perlu khawatir akan hal tersebut. Mengapa demikian? Untuk bisa menjawab pertanyaan ini, perlu diperhatikan kembali bahwa pada dasarnya PP 55/2022 tidak begitu banyak mengubah ketentuan yang sebelumnya diatur dalam PP 23/2018.


Jika dibandingkan dengan PP 23/2018, PP 55/2022 masih mengatur ketentuan yang sama terkait tarif PPh Final dan jangka waktu pengenaannya. Namun, terdapat sedikit perubahan berupa penambahan subjek pajak yang dapat memanfaatkan PPh Final UMKM. Melalui Pasal 59 ayat (1) huruf b, disebutkan bahwa jangka waktu pengenaan PPh Final diberikan paling lama 4 (empat) tahun pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang.


Pada PP 23/2018 sebelumnya, badan usaha milik desa (BUMDes)/badan usaha milik desa bersama (BUMDesma), atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang tidak termasuk ke dalam perincian subjek pajak yang dapat memanfaatkan PPh Final. Akan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi dalam PP 55/2022 adalah penambahan subjek pajak baru. Di luar hal tersebut, pengaturan lainnya masih sama dengan PP 23/2018.


Tidak berhenti disitu saja, WP juga perlu mengetahui saat dimulainya perhitungan jangka waktu pengenaan PPh Final ini. Dalam PP 55/2022, ketentuan terkait hal tersebut juga masih sama dengan peraturan sebelumnya. Melalui Pasal 69 PP 55/2022, dapat disimpulkan bahwa perhitungan jangka waktu pengenaan PPh Final ini masih melanjutkan jangka waktu berdasarkan PP 23/2018, tidak diulang dari awal ataupun menjadi habis jangka waktunya, sepanjang WP bersangkutan masih memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya, bagaimana perhitungan jangka waktu bagi BUMDes/BUMDesma dan perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang? Mengingat WP tersebut merupakan subjek pajak yang baru diatur dalam PP 55/2022. Untuk subjek pajak baru tersebut yang sudah terdaftar sebelum berlakunya PP 55/2022, perhitungan jangka waktu dimulai sejak tahun pajak PP 55/2022 berlaku. Di sisi lain, bagi WP (baik subjek pajak lama maupun baru) yang baru terdaftar setelah berlakunya PP 55/2022, perhitungan jangka waktu dimulai sejak WP terdaftar. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 59 ayat (2) PP 55/2022.


Melalui penjelasan di atas, sudah dapat diketahui jawaban dari kebingungan WP yang ingin memanfaatkan kemudahan PPh Final 0,5%. WP diharapkan untuk tidak perlu khawatir. Hal ini disebabkan WP masih dapat memanfaatkan kemudahan PPh Final UMKM sepanjang masih memenuhi kriteria dan jangka waktu yang diatur dalam PP 55/2022. Dalam rangka manajemen pajak untuk meminimalisasi beban pajak yang mungkin muncul, WP dapat menyesuaikan bentuk usahanya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bentuk usaha perlu diperhatikan karena akan berdampak pada jangka waktu yang dapat dimanfaatkan. Selain itu, WP juga perlu memenuhi seluruh persyaratan administratif agar bisa memanfaatkan PPh Final UMKM, seperti mengajukan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.

9 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page