top of page
Gambar penulisSalsabila Annisa

Perlakuan Pajak Penghasilan atas Selisih Kurs di Indonesia


Menurut ketentuan domestik, pengaturan terkait objek Pajak Penghasilan di Indonesia memuat 5 unsur, yakni a) berupa tambahan kemampuan ekonomis; b) yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak; c) berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia; d) dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan; dan e) dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pasal 4 ayat (1) huruf l UU PPh menyebutkan bahwa keuntungan selisih kurs mata uang asing (gain on forex) termasuk ke dalam objek pajak penghasilan. Hal ini selaras dengan Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh yang juga memperbolehkan kerugian selisih kurs mata uang asing (loss on forex).


Terkait gain on forex, mekanisme perpajakan murni berdasarkan pada self-assessment tanpa adanya pemotongan/pemungutan (withholding) oleh lawan transaksi. Wajib Pajak nantinya perlu untuk melaporkan keuntungan/kerugian selisih kurs dalam SPT Tahunan, yang kemudian dihitung kembali dengan tarif PPh Pasal 17. Berbeda dengan jenis penghasilan lainnya, ketentuan pemajakan atas selisih kurs dijelaskan lebih lanjut dalam memori penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf l dan Pasal 6 ayat (1) huruf e, yang berbunyi:

Keuntungan atau Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”


Secara jelas, UU PPh telah mengamanatkan bahwa acuan utama atas pemajakan keuntungan/kerugian selisih kurs dikembalikan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) secara taat asas. Wajib Pajak dapat memilih untuk mengikuti pembukuan sesuai dengan:

  1. Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang asing tersebut; atau

  2. Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.

Adapun SAK yang mengatur mengenai selisih kurs mata uang asing adalah PSAK 10. Dalam PSAK 10, diatur bahwa ketentuan akuntansi memperbolehkan adanya pengakuan selisih kurs mata uang asing, baik yang telah terealisasi (realized) maupun yang belum terealisasi (unrealized). Akan hal tersebut, sudah semestinya ketentuan pajak juga mengakui sebagaimana ketentuan yang diatur dalam PSAK 10, dengan syarat pembukuan yang diterapkan secara taat asas.


Selain hal di atas, Wajib Pajak juga perlu tahu bahwa ada jenis gain/loss on forex yang tidak boleh diakui oleh Wajib Pajak. Ketentuan ini diatur dalam PP 94/2010 stdd PP 55/2022, yang menyebutkan bahwa “keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang: a) dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau b) tidak termasuk objek pajak; tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.” Jadi, jangan sampai salah menentukan ya, Wajib Pajak!


531 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Commentaires


bottom of page