top of page
Gambar penulisZakky Ashidiqi

Perdebatan atas Aspek Perpajakan Virtual Office : PPh Final Pasal 4 Ayat (2) atau PPh Pasal 23?


Dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan zaman, Otoritas Pajak Indonesia telah mengakomodasi Kantor Virtual dalam peraturan peraturan perpajakan. Hal tersebut tertuang dalam pada Pasal 1 angka 22 PMK Nomor 147/PMK.03/2017,


Kantor Virtual (virtual office) atau Kantor Bersama (co-working space), yang selanjutnya disebut Kantor Virtual, adalah suatu kantor yang memiliki ruangan fisik dan dilengkapi dengan layanan pendukung kantor yang disediakan oleh pengelola Kantor Virtual untuk dapat digunakan sebagai tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha, atau korespondensi secara bersama-sama oleh 2 (dua) atau lebih Pengusaha yang atas pemanfaatan kantor dimaksud terdapat pembayaran dalam bentuk apapun, tidak termasuk jasa persewaan gedung dan jasa persewaan kantor (serviced office).”


Definisi Kantor Virtual di atas diuraikan guna keperluan pengukuhan PKP yang mana Kantor Virtual dapat digunakan sebagai tempat PKP dikukuhkan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. terpenuhinya kondisi pengelola Kantor Virtual sebagai berikut:

  1. telah dikukuhkan sebagai PKP;

  2. menyediakan ruangan fisik untuk tempat kegiatan usaha bagi Pengusaha yang akan dikukuhkan sebagai PKP; dan

  3. secara nyata melakukan kegiatan layanan pendukung kantor,

b. Pengusaha pengguna jasa Kantor Virtual dimaksud memiliki izin usaha atau dokumen sejenis lainnya yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi yang berwenang.


Adanya penyebutan dan pendefinisian Kantor Virtual dalam peraturan pajak tersebut sesungguhnya belum sepenuhnya menyelesaikan persoalan perpajakan terkait dengan keberadaan Kantor Virtual. Untuk keperluan pengukuhan PKP memang persoalan Kantor Virtual sudah selesai. Akan tetapi, persoalan pemotongan pajak atas penggunaan Kantor Virtual masih belum selesai.


Pemotongan PPh atas pembayaran sewa pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu sewa tanah/bangunan dan sewa Non-Tanah/Bangunan (barang). Pemotongan PPh atas sewa tanah/bangunan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 tahun 2017, sedangkan Pemotongan atas sewa Non-Tanah/Bangunan masih diatur langsung dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh. Pada sisi lain, atas jasa selain jasa manajemen, jasa Teknik, jasa konstruksi dan jasa konsultan diatur pemotongannya dalam PMK-141/2015 yang boleh jadi terkait dengan Kantor Virtual.


Pada Pasal 2 PP Nomor 34 Tahun 2017, dinyatakan bahwa, “Atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan baik sebagian maupun seluruh Bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.” Tarif pemotongan atas penghasilan dari persewaan tanah/bangunan adalah 10% final. Pada Pasal 23 ayat (1) huruf c dinayatakan bahwa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Final dipotong PPh 2%. Lebih lanjut, dalam PMK-141/2015 diuraikan jasa-jasa selain jasa manajemen jasa teknik, jasa konstruksi dan jasa konsultan yang merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23, antara lain Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program; dan Jasa pengurusan dokumen.


Merujuk kepada kepada peraturan-peraturan tersebut di atas, maka akan terjadi kegamangan bagi pihak Pembayar sewa Kantor Virtual, yaitu apakah akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 23 sebagai sewa atau PPh Pasal 23 atas Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program; dan Jasa pengurusan dokumen? Kegamangan ini wajar muncul, mengingat Kantor Virtual meski memiliki ruangan fisik (bahkan disyaratkan bagi keperluan pengukuhan PKP Penyewa), namun pada definisi di atas memberi kesan kontradiktif, yaitu adanya kalimat terakhir yang menyatakan bahwa Kantor Virtual tidak termasuk jasa persewaan gedung dan jasa persewaan kantor. Di sisi lain kantor Virtual juga melakukan jasa penyimpanan dan pengurusan dokumen guna keperluan korespondensi.


Jawaban atas kegamangan ini adalah menggunakan prinsip penting yang dianut dalam perpajakan yaitu substance over form yang artinya substansi suatu kejadian/transaksi mengungguli formalitas atau legalitasnya. Dalam hal ini, harus dilihat hakekat dan kenyataan dari transaksi yang terjadi. Ketika Kantor Virtual juga menyewakan ruangan untuk meeting dan kenyataannya penyewa menggunakannya, maka PPh Pasal 4 ayat (2) akan lebih beralasan untuk diterapkan. Selain itu, dalam manajemen pajak seringkali memilih risiko pajak yang lebih kecil akan diutamakan untuk diterapkan yaitu memilih memotong dengan tarif yang lebih besar akan lebih kecil risikonya ketimbang memilih memotong dengan tarif yang lebih kecil

27 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Commentaires


bottom of page