top of page
Gambar penulisMuhammad Reza

Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran: Apa bedanya dengan Pengusaha Kena Pajak biasa?


Setiap Pengusaha yang memiliki Peredaran Bruto di atas Rp4,8 Miliar dan menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), pada dasarnya wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang.


Sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Perubahannya (UU PPN), Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa Faktur Pajak wajib diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak ketika terdapat penyerahan BKP atau JKP. 


Akan tetapi, Wajib Pajak juga perlu memahami bahwa Faktur Pajak juga dapat diterbitkan dalam kondisi lainnya, yang akan kami bahas lebih lanjut dalam artikel-artikel kami lainnya. Oleh karena itu, tetap pantau terus https://www.dshtaxconsulting.com/id/taxupdates, ya!


Lebih lanjut, Pasal 13 ayat (5) juga mengatur bahwa Faktur Pajak wajib diisi paling sedikit memuat:

a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP

atau JKP

b. Identitas pembeli BKP atau penerima JKP yang meliputi:

1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan

atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau

2. nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa

Kena Pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan

subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang tentang

Pajak Penghasilan;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.


Namun, apakah Anda mengetahui bahwa tidak semua Pengusaha Kena Pajak memiliki ketentuan yang sama dalam membuat faktur pajak sebagaimana di atas? 


Diatur dalam Pasal 13 ayat (5a) UU PPN, bahwa Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP-PE) dapat menerbitkan Faktur Pajak tanpa menuliskan identitas pembeli, suatu pengecualian apabila dibandingkan persyaratan pengisian faktur pajak yang dirincikan dalam Pasal 13 ayat (5). 


Lantas, siapakah Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dan apa saja syarat-syarat yang dibutuhkan untuk dapat menerbitkan Faktur Pajak tanpa menuliskan identitas pembeli tersebut? Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 18/PMK.03/2021, Pasal 79 ayat (1) menjelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak Eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Pembeli dengan karakteristik Konsumen Akhir. 


Lalu, bagaimana karakteristik suatu pembeli agar dapat digolongkan sebagai Konsumen Akhir menurut ketentuan Perpajakan? Diuraikan dalam Pasal 79 ayat (2) PMK No. 18/PMK.03/2021 bahwa Konsumen Akhir memiliki karakteristik meliputi:

  1. pembeli barang dan/ atau penerima jasa mengonsumsi secara langsung barang dan/ atau jasa yang dibeli atau diterima; dan

  2. pembeli barang dan/ atau penerima Jasa tidak menggunakan atau memanfaatkan barang dan/ atau jasa yang dibeli atau diterima untuk kegiatan usaha.


Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa Konsumen Akhir pada dasarnya adalah pembeli BKP atau penerima JKP yang langsung mengonsumsi BKP atau JKP tersebut dan tidak menjadikan BKP atau JKP tersebut untuk dijual atau diolah lebih lanjut sehingga terdapat nilai tambah lagi. Terakhir, ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (SE) Nomor SE-55/PJ/2020 bahwa Pedagang Eceran tidak ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, melainkan dengan cara transaksi sebagaimana berikut:

  1. melalui suatu tempat penjualan eceran atau tempat penyerahan jasa, termasuk toko, kios, gerai, media tertentu, dan toko daring;

  2. dilakukan tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan

  3. pada umumnya pembayaran dilakukan dengan uang tunai, debit card, credit card, uang elektronik, dan/atau alat pembayaran lainnya.


Misalkan, Bapak A membeli telepon genggam untuk keperluan pribadi dari CV ABC. Telepon genggam adalah barang yang terutang PPN, sehingga CV ABC wajib memungut PPN atas nilai telepon genggam dikalikan dengan tarif PPN yang berlaku. Namun, sebab tujuan Bapak A melakukan pembelian telepon genggam adalah digunakan untuk keperluan pribadi dan tidak untuk dijual kembali. Oleh karenanya, CV ABC tetap harus memungut PPN, namun CV ABC tidak perlu meminta kepada Bapak A detail-detail berupa Nama, Alamat, dan NPWP atau NIK untuk keperluan pengisian Faktur Pajak karena CV ABC dapat mengisikan Faktur sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 13 ayat (5a) UU PPN. 


27 tampilan0 komentar

Comentarios


bottom of page