Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 63/2024 untuk menambahkan 13 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) sebagai Covered Tax Agreement (CTA). Ketigabelas P3B tersebut adalah P3B Indonesia-Austria, P3B Indonesia-Belarus, P3B Indonesia-Jerman, P3B Indonesia-Kuwait, P3B Indonesia-Maroko, P3B Indonesia-Mongolia, P3B Indonesia-Papua Nugini, P3B baru Indonesia-Singapura, P3B Indonesia-Sri Lanka, P3B Indonesia-Tunisia, P3B Indonesia-Ukraina, dan P3B Indonesia-Uni Emirat Arab, dan P3B Indonesia-Yordania.
Pada dasarnya, penambahan 13 P3B tersebut merupakan perluasan cakupan CTA dari 47 P3B yang sudah diatur dalam Perpres 77/2019. Dengan perluasan ini diharapkan adanya penguatan perjanjian perpajakan internasional untuk menghindari praktik penggerusan basis pajak dan praktik pemajakan berganda dapat diminimalisasi.
Untuk diketahui, Multilateral Instrument (MLI) bukanlah perjanjian pajak yang berdiri sendiri atau protokol amandemen. Sebaliknya, MLI menerapkan "serangkaian langkah perjanjian pajak untuk memperbarui aturan pajak internasional dan mengurangi peluang penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional," menurut konfirmasi OECD.
Instrumen Multilateral ini melengkapi dan memodifikasi hampir 2.000 perjanjian pajak penghasilan bilateral yang ada di seluruh dunia untuk menutup celah hukum dan menghilangkan pajak berganda serta peluang penghindaran pajak. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu merundingkan perjanjian terpisah atau protokol amandemen secara bilateral. Karena MLI dirancang untuk fleksibel, dampaknya akan sangat bervariasi antara satu perjanjian dan perjanjian lainnya.
Indonesia juga telah menerbitkan beberapa Surat Edaran (SE) yang terkait dengan penerapan MLI. Sebagai contoh, pada lampiran SE 05/PJ/2021 yang mengatur perubahan P3B Indonesia-Australia yang telah mengadopsi konvensi multilateral untuk menerapkan tindakan-tindakan terkait dengan persetujuan penghindaran pajak berganda untuk mencegah penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba, dijelaskan bahwa naskah sintesis tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum. Dasar hukum tetap mengacu pada Naskah asli Konvensi dan P3B Indonesia-Australia.
Commenti