Pinjaman dalam proses bisnis dapat diartikan sebagai dana yang diberikan kepada sebuah entitas dalam nominal tertentu yang harus dikembalikan dalam jangka waktu yang sebelumnya telah ditentukan, dengan bunga atau tanpa bunga. Pinjaman dibutuhkan dalam rangka modal kerja, investasi, konsumsi perusahaan, maupun untuk tujuan lainnya. Pemberian pinjaman dapat bersumber dari berbagai entitas, seperti pemberian pinjaman yang berasal dari Bank (eksternal), dan pemberian pinjaman yang didapatkan dalam lingkup perusahaan itu sendiri, yaitu yang diberikan oleh pemilik perusahaan maupun dari perusahaan afiliasi. Aktivitas pendanaan internal tersebut juga dikenal sebagai intercompany loan.
Intercompany loan umumnya dilakukan dengan menambahkan biaya bunga, namun dalam beberapa kondisi transaksi pinjaman dilakukan tanpa pengenaan bunga, dengan begitu pada dari sudut pandang perusahaan peminjam tidak terberatkan dengan pengenaan bunga. Namun praktik pemberian pinjaman tanpa bunga dapat dipandang sebagai sebuah praktik dalam rangka penghindaran pajak (tax avoidance). Oleh karena itu dalam peraturan perundang-undangan pajak di Indonesia telah diatur perlakuan pajak atas peminjaman tanpa bunga, namun khusus untuk pinjaman tanpa bunga dari Pemegang saham, sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, yakni:
Pinjaman berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain;
Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;
Pemegang saham memberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
Perseroan terbatas penerimaan pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya
Adapun persyaratan tersebut seluruhnya harus dipenuhi, dan jika salah satu syarat tersebut gagal dipenuhi, maka atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar.
Dalam paragraf 10.10 OECD Guideline 2022 menguatkan bahwa pedoman mengenai aspek penetapan harga transfer dalam transaksi finansial dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi yurisdiksi untuk menentukan apakah pinjaman yang diakui harus dianggap sebagai pinjaman untuk tujuan perpajakan atau harus dianggap sebagai pembayaran lain.
Faktor kesesuaian kondisi transaksi peminjaman tanpa bunga yang terjadi, secara substansi harus dapat dibuktikan sebagaimana disebutkan di dalam OECD Guideline 2010 Paragraf 1.65, dimana reklasifikasi menjadi transaksi penyertaan modal termasuk perubahan pemajakan atas transaksi yang dilakukan. Lebih jelasnya di dalam OECD Guideline 2022 menjelaskan perlunya penggambaran yang akurat atas transaksi yang sebenarnya terjadi secara menyeluruh berdasarkan kondisi transaksi pemberian pinjaman yang relevan secara ekonomi. Selain itu pada Chapter 10 bagian B.3 dijelaskan terkait karakteristik transaksi keuangan yang relevan secara ekonomi dengan mempertimbangkan kontrak perjanjian yang terjadi, analisis fungsional, karakteristik instrument keuangan, keadaan ekonomi, dan strategi bisnis.
Tidak luput dijelaskan dalam OECD Guideline 2022 dalam Chapter 10 bagian C.1 tentang Intra-group loans bahwa perlu dipertimbangkan perspektif peminjam dan pemberi dan berbagai pokok pembahasan lainnya. Pertimbangan seperti faktor risiko kredit, kondisi pasar, dan profil ekonomi dari entitas yang terlibat dalam pinjaman antar grup usaha turut menjadi faktor penting dalam menilik transaksi pinjaman tanpa bunga. Tidak kalah penting untuk dinilai adalah resiko tingkat pengembalian pinjaman yang wajar dari peminjam dan pemberi pinjaman. Dengan memperhatikan keseluruhan aspek tersebut praktik pinjaman tanpa bunga legal dilakukan dan dapat meminimalisir adanya sengketa pajak di masa yang akan mendatang.
Comments