Setiap Wajib Pajak, baik Badan maupun Orang Pribadi (OP) sejatinya memiliki kewajiban untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang melalui Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UU KUP.
Kewajiban untuk melaporkan atau terminologi yang digunakan dalam UU KUP adalah menyampaikan SPT OP dilakukan paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak. Tahun Pajak dapat diartikan sama dengan tahun kalender atau tahun takwim. Maka dari itu, yang dimaksud dengan Tahun Pajak adalah 1 Januari - 31 Desember dan batas waktu pelaporan SPT OP adalah 31 Maret.
Dalam melakukan pelaporan SPT OP, pada umumnya terdapat 3 jenis status, yaitu nihil, kurang bayar, dan lebih bayar. Status nihil terjadi saat pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak jumlahnya sama dengan jumlah pajak yang telah dipotong pemberi penghasilan dan dapat dikreditkan. Status lebih bayar terjadi saat pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak lebih kecil dari jumlah pajak yang telah dipotong pemberi penghasilan dan dapat dikreditkan. Status kurang bayar terjadi saat pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah pajak yang telah dipotong pemberi penghasilan dapat dikreditkan.
Lantas di antara status lebih bayar dan kurang bayar dal melaporkan SPT PPh OP, mana yang lebih baik?
Dalam hal Wajib Pajak mendapati status saat melakukan pelaporan pajak berupa kurang bayar, Wajib Pajak dapat langsung melakukan pembayaran atas pajak terutang yang kurang dibayar dengan membuat kode billing melalui laman web DJP Online, saat anda mengalami status kurang bayar. Sistem akan otomatis menanyakan apakah atas pajak yang kurang dibayarkan tersebut telah dibayar atau belum. Apabila sudah, Wajib Pajak dapat memasukkan nomor transaksi pembayaran negara (NTPN) yang dapat ditemukan pada Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) yang dikirimkan melalui email Wajib Pajak.
Dalam hal Wajib Pajak mendapati status lebih bayar, maka terdapat beberapa mekanisme yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak. Pertama berdasarkan Pasal 17B UU KUP, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan melalui proses pemeriksaan. Keputusan atas mekanisme ini diterbitkan dalam bentuk Surat Keputusan Pajak (SKP) paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Mekanisme kedua adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 17C UU KUP. Berdasarkan mekanisme ini, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan DJP akan melakukan penelitian atas SPT yang dilaporkan, bukan pemeriksaan. Untuk mengajukannya Wajib Pajak harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, meliputi:
tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Kelebihan dari mekanisme ini adalah penerbitan surat keputusan untuk pengembalian kelebihan pembayaran pajak (SKPPKP) diterbitkan lebih cepat, yaitu 3 bulan.
Mekanisme ketiga adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17D. Pada dasarnya mekanisme ini kurang lebih sama dengan mekanisme Pasal 17D, tetapi memiliki ketentuan subjek yang berbeda. Pada ketentuan ini Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu
Dalam konteks WP OP mekanisme Pasal 17D terlihat lebih feasible untuk dilakukan sebab hal-hal yang dipersyaratkan tidak terlalu sulit dibandingkan dengan ketentuan pada Pasal 17C.
Berdasarkan paparan di atas. Sudah jelas bahwa dalam konteks OP, status pelaporan SPT Nihil dan Kurang Bayar lebih mudah dan tidak memakan waktu serta tenaga yang banyak dibandingkan dengan status Lebih Bayar.
Commentaires