Dalam menegakkan peraturan perpajakan, fiskus diharuskan untuk melaksanakan administrasi perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hukum. Hal ini disebut sebagai Ne Bis Vexari Rule. Contoh dari bentuk tindakan administrasi perpajakan yang dapat dilakukan oleh fiskus adalah mengenai Penetapan dan Penagihan Pajak.
Penetapan dalam konteks perpajakan, pada umumnya terkait dengan terbitnya suatu Surat Ketetapan (beschikking) yang terbagi menjadi beberapa jenis Surat Ketetapan Pajak (SKP). Beberapa jenis SKP tersebut terdiri dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Hal ini dijelaskan pada Pasal 1 angka 15 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU KUP).
Berkenaan dengan Daluwarsa Penetapan dalam konteks SKPKB, Direktur jenderal Pajak (DJP) dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam hal sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) UU KUP.
Hal yang perlu ditekankan dan dipahami dengan benar adalah dasar penghitungan Daluwarsa Penetapan SKPKB terhitung saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak bukan berdasarkan kapan pemeriksaan dilakukan. Hal ini karena pemeriksaan sejatinya hanya suatu prosedur untuk menerbitkan SKPKB tersebut dan tidak menjadi dasar penghitungan daluwarsa penetapan dimulai.
Selaras dengan penjelasan di atas, Daluwarsa Penetapan dalam konteks SKPKBT juga dihitung berdasarkan saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 15 ayat UU KUP.
Selain adanya SKP, fiskus juga menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) sebagai bentuk suatu tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. DJP dapat menerbitkan STP sesuai dengan kondisi yang dijelaskan pada Pasal 14 ayat (1) UU KUP.
Serupa dengan SKP, STP diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Maka dari itu, basis penghitungan daluwarsa penerbitan STP adalah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5b) UU KUP. Terdapat beberapa pengecualian daluwarsa penerbitan STP yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5b) UU KUP. Hal tersebut diatur dalam Pasal 14 ayat (5c) UU KUP.
Keduanya, baik SKP maupun STP termasuk kedalam dasar dari dilakukannya penagihan pajak. Hal ini dijelaskan secara terperinci pada Pasal 18 UU KUP. Namun demikian, Daluwarsa Penagihan berbeda dengan Daluwarsa Penetapan yang sudah dijelaskan di atas. Dapat diketahui bahwa tindakan Penagihan Pajak merupakan tindakan lanjutan setelah diterbitkannya Ketetapan melalui SKP.
Daluwarsa Penagihan terhitung sejak terlampaui 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan PK termasuk penagihan pajak atas bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) UU KUP. Lebih lanjut, jangka waktu daluwarsa tersebut dapat tertangguh apabila:
diterbitkan Surat Paksa;
ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau
dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Comentarios