top of page
Gambar penulisMuhammad Reza

Insentif baru khusus UMKM di Ibu kota Nusantara: Apakah beda dengan insentif UMKM 0,5%?



Sudah menjadi fakta bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bermain peran penting bagi perekonomian Indonesia. Bahkan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan bahwa UMKM berkontribusi sebesar 60,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (Kementerian Keuangan RI, 2023). Bagi UMKM ini pun Pemerintah memberikan insentif dan kemudahan fiskal, yaitu sejak tahun 2013, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2013 yang memperkenalkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 1% dari jumlah bruto usaha yang bersifat final. Tarif ini kemudian diturunkan menjadi 0,5% dalam perubahan-perubahan selanjutnya hingga sekarang sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No. 55 Tahun 2022. Bahkan, melalui PP No. 55 Tahun 2022, pemerintah menambahkan sejenis “penghasilan tidak kena pajak (PTKP)” untuk pengusaha dengan penghasilan bruto per tahun di bawah Rp500 juta. Sehingga, pengusaha dengan penghasilan bruto Rp500 juta ke bawah tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan pajak. 


Terdapat beberapa syarat untuk bisa menerapkan insentif UMKM berdasarkan PP No. 55 Tahun 2022. Pertama, berdasarkan Pasal 57, subjek penerima insentif haruslah seorang Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi atau WP badan selain BUT yang menerima atau memperoleh penghasilan bruto selama tidak melebihi Rp4,8 miliar tiap tahunnya. Namun, dengan syarat bahwa subjek di atas tidak memilih untuk menggunakan perhitungan tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a. untuk orang pribadi, atau PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b. dan Pasal 31E untuk badan. Kedua, sesuai dengan Pasal 56, jenis penghasilan yang diperbolehkan adalah yang dihasilkan dari usaha, bukan dari pekerjaan ataupun jasa sehubungan pekerjaan bebas. Selanjutnya, penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri tidak diperhitungkan dalam menghitung pajak terutang. Tentunya, penghasilan yang sudah dikenakan tarif final dan bukan merupakan objek pajak juga dikecualikan dari penghitungan pajak terutang berdasarkan insentif UMKM. Terakhir, dalam penghitungan pajak terutang, wajib pajak juga secara kumulatif tidak menyertakan Rp500 juta pertama dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 60. 


Di sisi lain, tidak lama ini, Pemerintah mengundangkan PP No. 12 Tahun 2023 yang di dalamnya juga berisikan insentif untuk UMKM di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN). Lantas, apa perbedaan dari insentif UMKM ini dan apakah seorang WP UMKM dapat menikmati dua insentif ini secara sekaligus? Berdasarkan penjelasan PP No. 12 Tahun 2023, tujuan diundangkannya PP ini adalah untuk mendorong percepatan pembangunan dan pengembangan IKN yang yang merupakan skala prioritas tinggi serta memiliki nilai. Berhubungan dengan hal ini, pemerintah menilai bahwa dibutuhkannya suatu kebijakan khusus yang dapat memacu pelaku usaha untuk ikut serta dalam mengembangkan IKN. Dalam hal ini, pemerintah merasa UMKM sebagai subjek yang tepat sebagai penerima insentif ini, di mana bentuk dari insentif UMKM IKN ini adalah tarif pajak penghasilan sebesar 0% untuk suatu jangka waktu yang telah ditentukan.  


Kriteria dan syarat untuk menjadi penerima insentif UMKM IKN diatur dalam Pasal 56 PP No. 5 Tahun 2022. 


Pertama, mendasarkan kepada ayat (1), subjek dari insentif ini adalah Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang melakukan penanaman modal di bawah Rp10 miliar rupiah di IKN. Di sisi lain, ayat (3) menekankan bahwa WPDN tersebut haruslah: 1) bertempat tinggal atau bertempat kedudukan dan/atau memiliki cabang di IKN; 2) melakukan kegiatan usaha di wilayah IKN; 3) terdaftar sebagai WP di KPP yang daerah kerjanya meliputi IKN; 4) telah melakukan penanaman modal di wilayah IKN dan memiliki kualifikasi UMKM yang diterbitkan oleh pihak berwenang; dan 5) mengajukan permohonan paling lama 3 bulan setelah melakukan penanaman modal dan mendapatkan persetujuan untuk memanfaatkan insentif. 


Kedua, sejalan dengan ayat (2), penghasilan selain dari usaha, seperti pekerjaan dan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dan penghasilan yang sudah dikenakan tarif final sebelumnya tidak termasuk penghasilan yang dapat dikenakan insentif UMKM IKN ini. Selain itu, penghasilan yang berasal dari usaha atau jasa yang dilakukan di luar wilayah IKN dan/atau dimanfaatkan di luar wilayah IKN juga merupakan bagian dari penghasilan yang tidak dapat dikenakan insentif ini. Artinya, apabila suatu UMKM memiliki suatu objek pajak penghasilan yang tidak dapat dikenakan insentif ini, atas penghasilan tersebut wajib untuk dikenakan tarif pajak penghasilan lain yang berlaku. Hal ini termasuk juga ketika penghasilan bruto WP sudah melebihi Rp50 miliar, di mana ketika terjadi, bagian penghasilan yang di atas Rp50 miliar juga harus dihitung PPh-nya berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku. Maksud dari ketentuan yang berlaku ini dapat berupa PP No. 55 Tahun 2022 untuk UMKM atau pun Pasal 17 ayat (1) huruf UU PPh. Oleh karenanya, sesuai dengan ayat (7), untuk dapat mengimplementasikan insentif UMKM IKN ini, wajib pajak diwajibkan untuk memiliki dua jenis pencatatan atau pembukuan, yakni satu untuk penghasilan yang dapat dikenakan insentif UMKM IKN dan satu lainnya untuk penghasilan yang tidak dapat dikenakan insentif UMKM IKN. Salah satu tujuan adanya dua jenis pencatatan atau pembukuan adalah karena penghasilan yang tidak mendapatkan insentif UMKM IKN ini wajib untuk diperhitungkan pajak terutangnya berdasarkan UU PPh. Terlebih, apabila terdapat biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan dari penghasilan yang mendapatkan insentif, beban kemudian dialokasikan secara proporsional terhadap masing-masing penghasilan. 


Dengan demikian, insentif UMKM yang diatur dalam PP No. 55 Tahun 2022 dengan insentif UMKM IKN yang diatur dalam PP No. 12 Tahun 2023 ini memiliki tujuan, kriteria, dan syarat yang berbeda. Akan tetapi, tidak terdapat batasan spesifik yang melarang seorang WP penikmat insentif UMKM untuk tidak dapat kemudan menikmati insentif UMKM IKN, dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, insentif UMKM dan insentif UMKM IKN dapat dinikmati secara besamaan selama kriteria dan syarat untuk masing-masing dipenuhi oleh WP. Suatu hal yang menarik adalah bahwa UMKM yang melakukan usaha di IKN dan telah memenuhi syarat untuk menikmati fasilitas PPh 0% juga dapat berlaku atas penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan PP No. 55 Tahun 2022, yaitu tarif 0% mensubstitusi tarif 0,5%.


4 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page