Sejak perubahan pertama Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) tahun 1994 terjadi suatu perubahan yang menarik bahwa kepada Wajib Pajak mendapat Imbalan Bunga apabila pengajuan keberatannya dikabulkan, yang menyebabkan terjadinya kelebihan bayar pajak. Hal ini dapat dipahami, mengingat pada kasus Ketetapan yang mengurangi klaim kelebihan pajak yang sudah dibayar atau pada kasus Ketetapan yang sudah dibayar kemudian oleh Keputusan keberatan jumlah pajak yang masih harus dibayar dikurangi, maka berarti terjadi uang tertahan di negara sejumlah pengurangan pajak yang masih harus dibayar yang sewajarnya diberikan bunga kepada Wajib Pajak. Ketentuan ini mencerminkan asas keadilan atau kesetaraan antara Otoritas Pajak dengan Wajib Pajak, yang mana ketika Wajib Pajak kurang bayar pajak dikenakan sanksi yang dapat dipandang sebagai adanya uang negara yang mengendap di Wajib Pajak.
Mulai dari berlakunya UU KUP 1994 sampai dengan UU KUP sebelum UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), ketentuan imbalan bunga atas Keputusan keberatan diatur dalam Pasal 27A. Dengan UU HPP, Pasal 27A dihapus yang kemudian dipindah ke Pasal 27B. Dibanding UU sebelumnya, UU HPP merubah ketentuan kriteria kasus kelebihan pajak akibat Keputusan keberatan yang mendapat imbalan bunga dan besaran imbalan bunganya. Meskipun ada perubahan kriteria, namun sesungguhnya kriteria tersebut bukan hal baru. Ketika UU HPP belum diundangkan, peraturan pelaksanaan ketentuan imbalan bunga kelebihan pajak akibat Keputusan keberatan sudah mengatur kriteria yang sama, yaitu pada PP No. 74 Tahun 2011 dan PMK-226/2013 juncto PMK-186/2015 juncto PMK-65/2018. Berbeda dengan kriteria, besaran imbalan bunganya benar-benar mengalamai perubahan, baik dalam UU-nya maupun pada peraturan pelaksanaannya.
Sudah tentu, kriteria dan besaran imbalan bunga atas kasus kelebihan pajak akibat Keputusan keberatan adalah suatu hal yang penting dan sebaiknya diketahui oleh Wajib Pajak. Hal ini disebabkan karena imbalan bunga merupakan hak Wajib Pajak yang dapat dimanfaatkan. Untuk itu, di bawah ini akan diuraikan kriteria dan besaran imbalan bunga atas kasus kelebihan pajak akibat Keputusan keberatan sebagai informasi yang berguna bagi Wajib Pajak.
Kriteria kasus Keputusan keberatan yang dapat mengakibatkan Wajib Pajak memperoleh Imbalan Bunga menurut UU HPP dan peraturan pelaksanaannya (PP dan/atau PMK) adalah pada kasus keberatan terhadap Ketetapan atas SPT Lebih Bayar yang pada saat Pembahasan akhir tidak disetujui. Dengan kata lain, Keputusan keberatan yang menyebabkan lebih bayar yang berasal dari Ketetapan atas SPT Kurang Bayar atau SPT Nihil tidak akan diberikan imbalan bunga. Selain itu, atas kelebihan pajak akibat Keputusan keberatan yang berasal dari jumlah yang disetujui dalam pembahasan akhir juga tidak diberikan imbalan bunga, meskipun ketetapannya atas SPT Lebih Bayar. Lebih lanjut, kriteria tambahan diatur dalam PP No. 9 Tahun 2021 dan PP No. 50 Tahun 2022 serta PMK-18/2021.
Meski tidak dinyatakan dalam UU HPP, yaitu bahwa apabila atas ketetapan yang diajukan Keberatan dilakukan pembayaran sebelum diajukan Keberatan, maka atas sejumlah yang dibayar yang merupakan bagian dari kelebihan pajak tidak akan diberikan imbalan bunga. Di samping itu, apabila atas Keputusan keberatan yang menyebabkan kelebihan bayar pajak tersebut diajukan banding ke Pengadilan Pajak, maka imbalan bunga juga tidak diberikan.
Besaran imbalan bunga menurut ketentuan baru tidak lagi 2% per bulan seperti ketentuan lama, meskipun batasannya tetap sama yaitu 24 bulan. Sebagaimana sanksi bunga, imbalan bunga menurut ketentuan baru adalah berdasarkan tarifbunga per bulan yang ditentukan oleh Menteri Keuangan yang merujuk kepada tingkat Bunga yang berlaku pada tanggal dimulainya imbalan bunga. Imbalan bunga dihitung sejak tanggal penerbitan Ketetapan sampai dengan tanggal diterbitkannya Keputusan Keberatan
Comments