Istilah BPHTB merupakan jenis pungutan negara yang umum ketika seseorang melakukan jual-beli aset tanah dan/atau bangunan. Meski tidak memuat kata “pajak”, secara substansi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak ini bisa terjadi melalui berbagai cara, seperti pembelian, hibah, warisan, atau perjanjian lainnya yang menyebabkan berpindahnya hak atas tanah dan/atau bangunan dari satu pihak ke pihak lain. Dalam sejarahnya, BPHTB dipungut oleh Pemerintah Pusat sebelum akhirnya berpindah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana diberlakukannya UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Menariknya, pada awal tahun 2022 pemerintah memberlakukan undang-undang baru, yakni UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Di dalam UU HKPD, BPHTB termasuk ke dalam objek pajak yang mengalami pembaharuan. Terdapat beberapa pembaharuan aturan, yang salah satunya adalah mengenai Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Dalam Pasal 46 ayat (5) UU HKPD, disebutkan bahwa besarnya NPOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp80 juta. Sebelumnya, besaran NPOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp60 juta saja. Adapun yang perlu dicermati dalam peraturan terbaru (yakni UU HKPD), NPOPTKP diberikan untuk perolehan hak pertama Wajib Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB. Hal ini jelas berbeda dengan frasa UU PDRD yang menyebutkan bahwa NPOPTKP sebesar paling rendah Rp60 juta diberikan untuk setiap Wajib Pajak.
Adanya perubahan frasa tersebut mencerminkan penegasan pada aturan BPHTB. Semula, NPOPTKP akan diberikan pada setiap Wajib Pajak dan perolehan hak tidak diatur, sehingga ketika menghitung BPHTB atas setiap pembelian tanah dan/atau bangunan dapat memperoleh NPOPTKP. Saat ini, setelah perolehan hak pertama, maka BPHTB atas penyerahan tanah dan/atau bangunan berikutnya langsung dikenakan atas nilai utuh NPOP. Jika dilihat dari contoh praktis, bagi para penimbun rumah atau properti justru aturan ini menjadi disinsentif karena BPHTB akan dikenakan secara penuh pada pembelian setelah pembelian pertama. Di sisi lain, kebijakan ini ditujukan bagi para pembeli dengan hak pertama, yang mana diharapkan pasar properti dapat lebih stabil dan terjangkau serta mendorong penggunaan properti yang lebih produktif.
Comments