top of page
Gambar penulisMaritha Muthiah Makmun

Beneficial Owner


Penggunaan istilah beneficial owner (selanjutnya disebut BO) pertama kali muncul dalam rumusan tax treaty berdasarkan OECD Model tahun 1977. Klausul BO berkaitan dengan pihak yang sebenarnya berhak menikmati manfaat dari harta kekayaan atau suatu penghasilan yang diperoleh.


Konsep BO banyak digunakan dalam ranah perpajakan. Darussalam (2018) menyatakan bahwa dalam ranah perpajakan, BO dipahami sebagai penerima penghasilan sesungguhnya yang memiliki wewenang atau keleluasaan untuk memanfaatkan penghasilan yang diterima sesuai dengan keputusannya sendiri tanpa adanya kewajiban untuk meneruskan penghasilan tersebut kepada pihak-pihak lain yang mengikat.


Sebagaimana telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, praktik treaty shopping sering dilakukan banyak korporasi guna menghindari atau meminimalisasi pajak terutang. Adapun permasalahan tersebut telah lama menjadi perhatian banyak negara, tidak terkecuali organisasi ekonomi dunia atau dikenal sebagai The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Terkait hal tersebut, konsep BO hadir guna meningkatkan transparansi dalam rangka menghindari praktik-praktik tindak pidana perpajakan yang banyak dilakukan oleh korporasi.


Secara sederhana, ketentuan terkait BO mengatur bahwa syarat untuk dapat menerapkan tarif sesuai ketentuan P3B adalah penerima penghasilan harus merupakan pihak yang benar-benar berhak atas penghasilan tersebut. OECD Fiscal Committee telah menawarkan beberapa pendekatan atas permasalahan tersebut, yang diuraikan secara sederhana di bawah ini:


  1. Look-Through Approach

Pendekatan ini mengatur syarat tambahan berupa perusahaan yang berdomisili di negara suatu P3B harus dimiliki atau dikuasai oleh orang atau badan yang merupakan subjek pajak salah satu negara dalam P3B dimaksud. Apabila pemegang saham bukan merupakan subjek pajak salah satu negara, perusahaan tersebut tidak berhak dianggap sebagai subjek pajak negara P3B dan tidak berhak memanfaatkan ketentuan P3B. Pendekatan ini diakomodir untuk memastikan bahwa perusahaan yang berdomisili di salah satu negara memang murni merupakan subjek pajak negara tersebut, tidak dikuasai oleh subjek pajak negara lain.

  1. Subject-to-Tax Approach

Pendekatan kedua ini merupakan pendekatan lanjutan dari pendekatan Look-Through. Berbeda dari pendekatan pertama yang memiliki sudut pandang “subjek pajak”, pendekatan ini memiliki sudut pandang berdasarkan “objek pajak”. Ketentuan ini mengatur penghasilan yang dapat memanfaatkan fasilitas P3B hanya berlaku terhadap penghasilan yang dikenai pajak di negara domisili. Pendekatan ini tetap harus dilengkapi syarat sesuai dengan Look-Through Approach, yaitu penerima penghasilan dimiliki atau dikuasai oleh subjek pajak negara tersebut.

  1. Channel Approach

Sampai dengan pendekatan “Subject-to-Tax” belum tentu cukup untuk mencegah strategi treaty shopping. Dengan demikian, pendekatan kedua harus dilengkapi oleh pendekatan ketiga, yaitu “Channel Approach”. Channel Approach memiliki prinsip utama, dimana penghasilan yang diterima suatu perusahaan di negara domisili dari negara sumber tidak digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga di negara ketiga. Dalam rekomendasinya ini, OECD menegaskan penghasilan yang tidak diizinkan untuk menggunakan fasilitas P3B adalah penghasilan yang dipakai untuk memenuhi kewajiban pada pihak ketiga melebihi 50% dari penghasilan.


Demikian uraian terkait beneficial owner untuk dapat dijadikan pedoman Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.


8 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page