Pada UU HPP, klaster PPN merupakan salah satu ruang lingkup yang banyak mengalami perubahan. Dalam Pasal 16B UU PPN, disebutkan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu dapat memiliki dua treatment yang berbeda, antara pajak terutang tidak dipungut atau dibebaskan, di mana terkait keduanya diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Lahirnya PP No.49/2022 merupakan produk nyata dari beleid yang disebutkan di atas. Merujuk pada Pasal 6 ayat (2) huruf j, rumah umum yang batasannya diatur oleh Menteri mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Sebagai peraturan turunan, PMK No. 60/2023 mengatur batasan-batasan fasilitas pembebasan PPN terkait “penyerahan rumah”. Sebelumnya, PMK terkait fasilitas ini juga telah diterbitkan pada tahun 2019, yakni melalui PMK No. 81/2019. Namun, terdapat penyempurnaan terutama pada range harga jual atas penjualan rumah di tahun 2023 dan seterusnya.
Atas pembelian rumah umum, masyarakat dapat memperoleh fasilitas pembebasan PPN apabila memenuhi syarat tertentu. Sebelumnya, rumah umum didefinisikan sebagai rumah yang diselenggarakan bagi WNI orang pribadi dengan berpenghasilan rendah. Adapun berpenghasilan rendah ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri PUPR.
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, terdapat kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan agar dapat menghemat biaya sebesar 11% karena fasilitas pembebasan PPN pada saat pembelian rumah umum. Pertama, luas bangunan rumah yang dibeli antara 21-36 meter persegi. Kedua, luas tanah bangunan tersebut antara 60-200 meter persegi. Ketiga, harga jual rumah tersebut tidak melebihi harga jual dalam lampiran PMK No.60/2023, di mana nilai ini mengalami perubahan dari PMK sebelumnya. Range harga yang diperbolehkan untuk tahun 2023 berkisar antara Rp162 juta s/d Rp234 juta dan tahun 2024 berkisar Rp166 juta s/d Rp240 juta tergantung lokasi rumah tersebut. Syarat berikutnya, rumah yang dibeli ini merupakan pembelian rumah pertama oleh orang pribadi yang berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal (bukan untuk disewakan/dikomersialisasi), serta tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki. Kelima, terdapat kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.
Selain syarat di atas, Wajib Pajak pembeli rumah juga perlu memperhatikan beberapa syarat administratif. Sesuai Pasal 1 (2) dan Pasal 9 PMK No. 60/2020, Wajib Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan kepada DJP sebelum memanfaatkan fasilitas tersebut. Syarat berikutnya adalah Wajib Pajak Orang Pribadi harus telah menyampaikan SPT Tahunan 2 tahun terakhir dan SPT Masa PPN bagi Wajib Pajak yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Juga ditegaskan, bahwa pembebasan PPN atas penyerahan rumah umum bagi orang pribadi yang telah kawin hanya dapat diberikan untuk 1 unit dalam 1 keluarga. Jenis hunian tidaklah terbatas pada rumah seperti desain pada umumnya, melainkan juga berlaku atas semua jenis hunian termasuk rumah susun, rumah toko, rumah kantor, dll. Lantas, bagaimana perlakuan PPN atas rumah yang diberikan perusahaan kepada karyawannya? Simak ulasannya pada artikel selanjutnya.
Comments